Remaja dan Politik (copas)
Senin, 15 Mei 2017 Remaja Boleh Ngompol (ngomong Politik) aduh politik…! Nggak deh ! Itu mungkin komentar remaja atau Wbahkan sebagian besar kaum muslim ketika ada pembahasan politik. Dengerin aja males, apalagi sampe getol ngikuti lika-likunya. Udah…apapun label yang bakal dikasih, bumbu yang akan diberi, kalo masalah politik, cukup geleng kepala dan berpaling muka, sambil ngedumel “Benci aku…!!”. Sob, Islam adalah agama yang nggak bisa diceraikan dari politik (baca: negara). Itu sebabnya, Imam al-Ghazali berkata: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” (dalam kitabnya al-Iqtishad fil I'tiqad hlm. 199) Tuh..khan?! Islam tanpa politik (negara) akan mudah lenyap, begitu pula, politik tanpa agama, niscaya akan mudah roboh. Sejarah udah ngebuktiin tuh, kalo agama dipisahin dari politik, alamat ancur-ancuran deh. Nah, ini yang namanya sekularisme. Bahaya! Because of, pembicaraan kita tentang politik emang kudu segera kita sosialisasikan. Biar teman-teman remaja nggak ngasih cap miring tentang politik, karena politik yang kita maksud disini adalah bukan sekedar pembicaraan seputar 'perebutan kekuasaan', seperti layaknya sekarang yang dilakuin para politisi maupun parpol. Tapi politik ini adalah ri'ayah syu-unil ummah, alias pelayanan urusan umat. Secara ringkas kalo boleh saya bilang bahwa Islam nggak cuman ngajarin kita ibadah ritual doang, tapi masalah aktivitas keduniawiaan pun Islam ngebahas juga. Kita mau ngasih bukti ke kamu kalo Islam itu emang ajaran sempurna yang ngatur segalanya. Hemm.. oya, bukti ini berasal dari pendapat-pendapat para ulama beserta kitab mereka. Itu artinya, bahwa para ulama (ahli fikih Islam) dulu, pernah ngebahas hal ini, cuman sekarang pembahasan ini ditinggalkan, hilang, atau emang sengaja nggak dibahas di sekolah-sekolah kamu. Sehingga wajar binti lumrah aja kalo kamu (sebagai seorang muslim) ngerasa agak sedikit aneh ketika dikatakan Islam dan politik nggak bisa dipisahkan. Misalnya, buku fiqih yang sederhana semacam Fiqih Islam karya Sulaiman Rasyid memuat bab Al Khilafah setelah pembahasan bab Toharoh, bab Sholat, bab Jenazah, bab Zakat, bab Puasa, bab Haji dan Umrah, bab Muamalat, bab pembagian Harta Pusaka (Faraidl), bab Nikah, bab sanksi hukum pidana (Jinayat dan Hudud), bab Peperangan (jihad), bab Makanan dan Sembelihan, dan bab Pengadilan. Kitab Fiqh yang lebih besar seperti Al Umm karya Imam As Syafii r.a. (lihat Azyumardi Azra dkk, Ensiklopedi Islam Jilid 4 hal 326) membahas secara rinci tentang berbagai fiqh muamalat, jinayat, jihad, penaklukan dan perdamaian, jizyah, penanganan kafir dzimmi disamping uraian berbagai bidang syariat Islam lainnya (lihat Imam As Syafii, Al-Umm, Kitab Induk, terj. Jilid 6 hal 190, 266, 269, 317, 324, ). Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, seorang mujtahid abad 20, menulis secara lebih rinci dan sistematis yang memberikan gambaran pengaturan Islam dalam politik di berbagai kitab karangannya, seperti Nizhamul Hukm fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam), Nizhamul Iqtishodi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam), An Nizham al Ijtima'I fil Islam (Sistem Sosial/Pergaulan Pria Wanita dalam Islam), Muqaddimah Dustur (Pengantar Konstitusi), dan lain-lain. Istilah-istilah diatas atau para ulama-ulamanya kurang bersahabat di pendengaran kamu, tapi satu hal yang nggak bisa kita pungkiri kalo pembicaraan tentang politik (kenegaraan) sampe dengan bentuk pemerintahannya kayak apa, udah dibicarakan oleh para ulama sejak jaman baheula. Jadi kalo orang-orang di sekitar kamu sekarang ngerasa alergi, jijik, emoh bicara politik, salah satu sebabnya bisa jadi karena emang mereka nggak ngerti kalo Islam ngatur masalah politik juga. Di sisi yang lain telinga mereka jarang diperdengarkan kajian atau pembahasan mengenai politik. Atau mereka menjauhi politik karena dianggap politik itu kotor, sementara Islam itu suci, sehingga mereka khawatir kalo Islam digandeng dengan politik, maka bisa jadi Islam ikut 'kotor'. Padahal yang udah kita sebutkan tadi itu ulama yang insya Allah ikhlas, yang bisa dibilang mereka itu lebih ngerti soal agama dibanding kita yang bukan ulama. So, persoalannya menurut saya adalah pada masalah 'pembiasaan' aja. Yup, karena remaja dan orang-orang di sekitar kita 'kurang biasa' mendengar istilah Islam politik, politik Islam, tapi mereka 'lebih biasa' hidup di alam sekular, maka akhirnya mereka menjauh dari pembahasan politik. Kalo boleh berandai-andai, seandainya pembahasan politik (yang benar) ini secara simultan dilakukan, di sekolah, di majelis taklim, di khotbah, de es te, maka masyarakat akan terbiasa karenanya. Jadi emang butuh proses, untuk ngejelasin ke masyarakat soal ini. Kamu pun nggak boleh apatis, untuk selalu berusaha mensosialisasikan hal ini kepada teman-teman kamu. Ok? Biar lebih mantap lagi, kita juga mau ngebuktiin ke kamu secara realitas gimana sebenarnya Islam atau kaum muslimin nggak bisa lepas dari politik. Kita ambil satu realitas aja dulu. Coba kamu perhatiin ketika nggak sedikit orang yang mau ngebahas politik, tapi pada saat bersamaan banyak orang terjun di dunia politik, ini pertama. Kedua, realitanya kita hidup di sebuah negeri, yang udah pasti negeri yang kita huni ini, mengaturnya dengan sistem politik. Ketiga, kalo kita didholimi oleh penguasa atau pemegang kebijakan sebuah negeri, maka apa kita diam aja? Apa kita membiarkan mereka senantiasa menganiaya kita? Nggak khan? Nah, ketika kita mengkoreksi, menyerukan amar makruf, nahyi munkar, agar penguasa lebih peduli kepada rakyat, itu adalah masalah politik. Dan muasih buanyak realitas laen yang nggak bisa kita pungkiri, kalo kita diatur dengan sistem politik. Lalu dari sisi mana kita akan mengelak dari politik? Ketika menjelang pemilu, biasanya pemerintah dengan perangkatnya akan menerapkan mekanisme biar rakyat menggunakan hak pilihnya. Tapi di sisi lain, diliat dari sisi rakyat, mereka ternyata (sebagian) punya “sikap politik” untuk tidak memilih alias golput alias golongan putih. Nah, dari sini aja udah kebukti, baik yang dulunya mereka anti politik atau nggak ngerti politik, tapi akhirnya toh kudu berurusan dengan politik. Terbukti khan kalo politik emang nggak bisa dipisahkan dari kehidupan. Catet yo ![] Majalah Remaja Islam Drise di 14:01 Berbagi   ‹ › Beranda Lihat versi web Mengenai Saya  Majalah Remaja Islam Drise  D’Rise. Berarti kebangkitan. Bangkit dari kuburan. Bangkit dari ketiduran. Atau bangkit dari kejumudan berpikir. Yup, misi itulah yang kami bawa. Kami? Siapa elo? Sorry, kita belon ngenalin diri. D’Rise yang kamu pegang ini boleh dibilang tabloid remaja Islam yang unix. Bukan narsis, sekedar unjuk gigi aza. Hehehe Uniknya D’Rise nggak hanya mengupas dunia remaja pake kacamata kuda. Tapi ‘memaksa’ remaja supaya mau pake kacamata Islam buat ngeliat sana-sini. Bukan sekedar memanjakan remaja dengan bacaan yang menghibur. Tapi menarik mereka untuk berpikir. Untuk keluar dari penjajahan budaya yang memperbudaknya. D'Rise pertama kali lahir di sukabumi. Nemenin temen-temen pelajar di sana. Kini, D'Rise nongol dengan ukuran besar. Nggak cuman besar bentuknya yang tadinya seperempat F4 jadi ukuran A4. Tapi juga besar cakupan pembacanya dengan pemasaran hingga luar Jawa. Untuk info berlangganan dan keagenan bisa hubungi kami via Whatsapp 085814771511 - See more at: http://majalahdrise.com Lihat profil lengkapku Diberdayakan oleh Blogger. 
Komentar
Posting Komentar